Bram, begitu nama perjaka kecil itu dipanggil. Sejak kecil memang tidak pernah berinteraksi dengan kawan perempuan. Itu lebih karena sekolahnya yang memang hanya khusus menerima murid laki-laki. Praktis, mulai umur enam hingga 12 tahun, dia tidak pernah punya kawan akrab perempuan. Interaksi dengan perempuan hanya terbatas dengan ibu, kakak dan adiknya.
Ketika menginjak SMP, Bram mulai masuk ke sekolah yang muridnya campur. Rupanya ini membawa sensasi dan pengalaman baru baginya.Anggapan bahwa perempuan itu mahluk yang lemah dan selalu kalah, seperti yang dipercayainya selama ini, perlahan-lahan terkikis. Justru sebaliknya, perempuan adalah pribadi yang menawan. Itu karena pikirannya telah terperangkap pesona seorang gadis cilik kawan sekelasnya. Namanya Alina.
Gadis berdarah Makassar itulah yang membuat dunianya menjadi indah, jungkir balik dan berbunga-bunga. Ia merasakan debar-debar tak karuan saat berdekatan dengan Alina. Kalaupun tidak bisa mendekat, melihat sosoknya dari jauh pun, sudah bikin hati tenteram. Panas dingin pun dirasakan di sekujur tubuh hanya dengan tangan yang bersenggolan. Dan malam-malamnya pun dihabiskan dengan mengamat-amati sebuah pas foto hitam putih ukuran 3x4 yang pernah diberikan Alina kepadanya.
Dalam pikiran perjaka kecil itu, Alina adalah sosok perempuan yang sempurna. Pintar, cantik, berkulit putih, dan pribadinya menyenangkan. Hanya saja sayang, rambutnya ikal. Dalam usia bocah itu pemahamannya tentang seorang perempuan masih polos sekali. Perasaan suka pada perempuan belumlah terkotori oleh pikiran-pikiran lainnya.
Sayangnya, kekaguman yang luar biasa pada Alina itu hanya dipendam dalam hati.Hanya sebatas pengagum rahasia. Bram tidak pernah punya keberanian untuk mengungkapkan rasa sukanya pada Alina melalui kata-kata. Tapi untuk memberikan sinyal-sinyal itu, ia pun tak keberatan melakukan sesuatu yang kadang sedikit konyol demi menarik perhatian gadis pujaannya itu.
Saking inginnya memberikan sesuatu yang spesial kepada Alina, Bram pun diam-diam mengambil sebuah botol yang tersimpan di lemari milik bapaknya, sebelum berangkat ke sekolah. Botol kecil yang penuh berisi cairan itu baunya sungguh harum. Ia yakin sekali kalau itu adalah parfum. Menurut pemikiran bocah polos itu, gadis pujaannya tentu akan sangat senang bila dihadiahi wangi-wangian tersebut.
Saat tiba waktu istirahat di sekolah, Bram pun mendekati Alina dan menggandengnya ke belakang kelas, ke tempat parkiran sepeda siswa. Degup jantungnya seolah tak bisa dikendalikan saat Alina menuruti maksudnya. Dengan kata-kata yang tak beraturan Bram pun menyampaikan niatnya. ”Aku hanya ingin memberikan ini kepada kamu,” katanya seraya menyerahkan sebuah botol kecil ke tangan Alina. Hanya itu kalimat singkat yang bisa keluar dari mulutnya. Karena setelah itu, ia pun berlari sekencang-kencangnya meninggalkan Alina. Kalaupun tidak bisa mengungkapkan perasaan dan isi hati yang sesungguhnya, dengan memberikan botol kecil tersebut, maksudnya seolah sudah terwakili.
Botol pemberian Bram itu pun oleh Alina disimpan di laci bangkunya. Ketika pelajaran sedang berlangsung serius, tiba-tiba keheningan kelas dipecahkan oleh suara botol jatuh dan disusul dengan bau wangi yang menyebar memenuhi ruangan. Sang guru, Pak Ranus, pun turun menengahi keributan yang sedang terjadi. ”Siapa yang membawa biang wangi untuk membuat sabun ini ya?” tanya guru yang dikenal super disiplin itu. Mendengar ucapan Pak Ranus itu, raut muka Bram pun berubah menjadi merah padam. Ternyata yang disangkanya parfum itu adalah wangi-wangian yang digunakan untuk campuran pembuatan sabun.
Sejak peristiwa itu, Bram seolah tidak berani lagi dekat-dekat dengan Alina. Kalaupun mereka tetap berkawan satu kelas, tapi ia sudah tidak punya nyali untuk lebih mendekatinya lagi. Perasaan sukanya semakin dipendam, walaupun Alina masih membuka diri terhadapnya.
Dan perasaan itu masih terbawa hingga mereka pisah sekolah. Menginjak SMA, mereka meneruskan sekolah pada pilihan masing-masing. Kalau pulang sekolah, Bram rela berjalan kaki ke halte bis kota yang lebih jauh, demi bisa naik jalur bis yang lewat di depan sekolah Alina. Dari atas bis kota yang berjalan itulah, Bram sudah merasa puas bisa memandangi sosok Alina yang berdiri di tepi jalan menunggu bis berikutnya. Ah...Alina...Alina...dimana engkau sekarang?Dias Oktri
Labels : wallpapers Mobile Games car body design Hot Deal
0 comments:
Posting Komentar